Tak Ada Lagi Pesut yang Bisa Digendong

Diposting oleh arief setiyawan di 21.17.00


Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Hari itu beranjak tua. Sekelompok anak muda usia SMA terbahak sambil berlarian di tepian Sungai Mahakam. Bertelanjang dada, bercelana pendek dengan rambut yang masih basah. Mereka saling berkejaran lalu melompat ke Sungai, memecah air dan membuat gelombang. Sungguh hiburan yang menyenangkan di tengah kehidupan yang tidak terlalu ramai di Kecamatan Muara Kaman. Salah satu Kecamatan yang jauh dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara, Tenggarong.
Ini bukan cerita masa SMA saya. Seorang kawan yang sudah Sarjana mengingat masa lalunya yang ceria bersahabat dengan alam. Air Sungai Mahakam yang tidak keruh bercampur lumpur. Pepohonan hijau yang sejuk. Rasanya cemburu pada mereka yang pernah menikmati itu. Walaupun, alam nan hijau itu tinggal kenangan. Diganti dengan lahan tandus sisa aktivitas tambang batu bara. Atau danau buatan yang ditinggal perusahaan tambang tanpa reklamasi. Bukti masih ada dan  terus meninggalkan jejak di tanah Kutai.
Akibat dari upaya pencarian dan produksi emas hitam besar-besaran menghilangkan hak anak seusia kawan saya itu untuk mendapatkan lingkungan sehat. Terlebih pada interaksi mesra yang pernah terjalin antara manusia dengan hewan langka di perairan Mahakam. Masih membekas di ingatan, ikan pesut bermain tak jauh dari tempat anak muda berenang. Bahkan tak jarang mereka bisa menggendong spesies langka dan dilindungi itu. “Saya sangsi bisa merasakan itu lagi. Sekarang jangankan berinteraksi dengan pesut, melihat pesut di Sungai Mahakam aja sudah tidak bisa. Besar kemungkinan, spesiesnya sudah nyaris punah,” katanya.
Pesut adalah satu diantara hewan yang dapat hidup berdampingan dengan manusia sebelum kendaraan raksasa menggusur hutan dan menggali tanah untuk menemukan sumber energi yang kebanyakan di ekspor keluar negeri itu. Belum ada penelitian resmi pengurangan populasi pesut di perairan Sungai Mahakam yang masuk dalam wilayah administrasi Kukar, disebabkan oleh aktivitas pertambagan batu bara. Tetapi, penambahan jumlah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dari tahun ke tahun bisa dijadikan pembuktian terbalik.
Data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan ada lebih dari 700 IUP yang diterbitkan Pemkab Kukar hingga Juni 2010 tersebar di 227 Desa di 18 Kecamatan yang ada di Kukar. Berarti sedikitnya ada dua IUP di satu Desa jika dirata-ratakan.
Pemkab Kukar tidak bergeming. Tapi Gubernur Kaltim meradang. Bukannya mencari jalan keluar persoalan banjir dan longsor di Kukar, Gubernur malah mempertanyakan validitas data Jatam. Sampai 2009, data Jatam yang didapatkan dari Dina Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur, Kabupaten Kukar menduduki peringkat teratas dengan 687 IUP seluas 1.237.374 hektar (ha), terdiri dari IUP Eksploitasi sebanyak 135 seluas 183.462 ha, 281 IUP Eksplorasi seluas 356.752 seluas 356.752 ha dan IUP Penyelidikan Umum sebanyak 271 seluas 697.160 ha.
Masalah tambang batu bara di Kukar tidak cukup dianalisis dari banyaknya jumlah IUP dibanding Kabupaten lain di Kaltim dan Indonesia. Tambang batu bara Kukar juga menyisakan persoalan yang terendus dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI 2009 atas Laporan Tahun Anggaran 2006-2007.
BPK menemukan 41 IUP berada di kawasan Hutan Produksi dengan total luas 49.572,12 ha dan 16 IUP  yang berada di kawasan hutan konservasi atau taman wisata alam dengan luas 1.426,23 ha.
BPK juga mensinyalir 171 IUP diterbitkan tanpa memperhatikan persyaratan pemohon menyerahkan jaminan kesungguhan. Padahal dalam Keputusan Bupati Kutai No.180.188/HK- 251/2001 tentang pelaksanaan dan tata cara pemberian izin usaha pertambangan umum, pemilik IUP harus menyetorkan uang jaminan kesungguhan ke rekening Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kukar sebesar Rp 10.000 per ha untuk IUP dengan luas wilayah di bawah 5.000 ha dan Rp 20.000 per ha untuk IUP dengan luas wilayah di atas 5.000 ha.
Terungkap pula, 69 IUP Penyelidikan Umum yang belum menyerahkan jaminan kesungguhan dengan nilai total Rp 1.523.227.400. Disamping itu, 102 IUP Eksplorasi yang belum menyerahkan jaminan kesungguhan dengan nilai total Rp 1.459.039.400.
Pemkab Kukar dianggap melakukan pelanggaran karena melakukan penagihan sumbangan pihak ketiga kepada 25 perusahaan tambang batu bara pada Juni 2008, setelah Perda No.2/2001 dicabut melalui Kepmendagri No.26/2008. Pemkab menagih sumbangan pihak ketiga untuk 1.220.526, 988 matriks ton (MT) batu bara dengan jumlah uang USD 610.263,49.  Sebelum resmi dicabut, Perda No.2/2001 mewajibkan pemegang IUP untuk menyumbang sebesar USD 0,5 per ton dari hasil produksi.
Kemudian, dalam hal pembayaran dana reklamasi ditemukan 60 IUP yang kurang membayarkan dana reklamasi dengan total Rp 52.859.698.727,09. Disamping itu, ditemukan 45 IUP Eksploitasi yang berproduksi namun belum ditetapkan besaran dana reklamasi, sehingga mereka belum membayar dana reklamasi. Berdasarkan Keputusan Bupati Kutai No.180.188/HK- 251/2001, besarnya jaminan reklamasi ditetapkan berdasarkan biaya reklamasi sesuai dengan Rencana Tahunan Pengelolaan Lingkungan (RTKL) untuk jangka lima tahun. Bagi perusahaan tambang yang berumur di bawah lima tahun, besaran jaminan reklamsi disesuaikan dengan rencana reklamasi sampai umur tambang berakhir.
BPK juga menemukan kurangya pembayaran dana royalti dan rent land (iuran tetap) yang diatur dalam PP No.45/2005. Pemeriksaan terhadap uji petik atas perhitungan dan pembayaran royalti di 23 IUP mengungkapkan kekurangan sebesar USD 2.250.343,29 dan Rp 6.113.080.253,94.
Pada pembayaran iuran tetap, ditemukan kekurangan pembayaran dari 19 IUP dengan total Rp 130.682.919,70.
Apa yang dilakukan Pemkab Kukar untuk menjawab LHP BPK? Memperbaiki administrasi pelaporan yang dinilai salah. Apa yang dilakukan DPRD Kukar melihat dugaan pelanggaran pengelolaan tambang batu bara di Kukar? membuat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Pertambangan, awal Mei 2010. Sudah berjalan kurang lebih 3 bulan, apa hasilnya? Nol besar, karena belum dibentuk susunan keanggotaan Pansus. Sampai kapan Pansus Hak Angket yang punya kewenangan investigasi itu menunggu?
Harapan besar dititipkan pada pundak Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Hukum yang sedang getol memberantas mafia, termasuk mafia hukum di sektor tambang. Karena dugaan pelanggaran yang dirilis BPK Provinsi Kaltim, mafia tambang kian meraja lela menjual jasa agar dugaan pelanggaran tidak sampai ke tahap penyelidikan. Jangankan masuk ke ranah penyelidikan pidana, penyelidikan melalui Pansus Hak Angket DPRD Kukar saja diharamkan.
Satwa Terancam Punah di Kukar:
Monyet :long-tailed macaque (Macaca fascicularis), bekantan : Proboscis monkey (Nasalis larvaus), Burung : bangau tongtong ; Lesser adjutant (Leptoptilos javanicus), cangah merah ; Purple heron (Ardea purpurea), kuntul besar ; Great egret (Ardea alba), Kuntul kecil ; Little egret (Egretta garzetta), kuntul kerbau ; Cattle egret (Bubulcus ibis), bleko sawah ; Javan pond heron (Ardeola speciosa), pecuk-ular Asia ; Darter (Anhinga melanogaster), elang kepala ikan kelabu ; Grey-headed fish eagle (Ichthyophaga ichthyaetus), elang bondol ; Brahminy kite (Haliastur indus), elang hitam ; Black eagle (Ictinaetus malayensis), bubut besar ; Greater coucal (Centropus sinensis), dan pekaka emas ; Stork-billed kingfisher (Pelargopsis capensis), jenis Binatang Air lainnya: Berang - berang : Small-clawed otter (Aonyx cinerea), Biawak (Varanus salvator) dan Pesut Mahakam (Irrrawaddy dolphin). Sumber: Komunitas Pecinta Satwa dan Alam Kukar

0 komentar:

Posting Komentar

Kaca Ngajeng

Related Posts with Thumbnails
Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Daftar Blog Sahabat