Secara ajaib, laptop 12 inci berubah menjadi tiga lembar keramik. Hanya bermodal karcis seharga Rp50 ribu, pencuri berhasil menggondol laptop berbandrol Rp9,7 juta.
Di kantin kantor kami, Senin (26/7/2010) pagi, Kang Asep tak seceria biasanya. Dia yang doyan bicara, mendadak jadi pendiam. Ketika dipancing untuk buka suara, yang meluncur dari bibirnya justru berita duka.
“Pekan kemarin laptop saya hilang dicuri orang,” ujarnya, dengan nada suara menurun setengah oktaf dari kebiasaannya.
Sambil menyeruput kopi, kami membiarkan Kang Asep membongkar ingatannya, tanpa berani menanyakan bagaimana laptop itu bisa dicolong maling. Asap rokok menyembur dari bibir Kang Asep ketika membeber kejadian yang sesungguhnya.
“Jumat malam, saya dan seorang teman terbang dari Palembang ke Jakarta,” dia mulai bercerita. “Sampai di Bandara Soekarno Hatta sudah jam 11 lewat. Kami berdua menuju ke Pasar Rebo dengan naik taksi. Dari Pasar Rebo, saya hendak pulang ke Cileunyi, Bandung.”
“Maaf, Kang Asep membawa barang apa saja waktu itu?” saya menyahut.
“Saya membawa dua tas. Satu tas untuk mengemas pakaian dan dokumen-dokumen. Tas satunya berisi laptop.”
Sebatang rokok yang dihisap Kang Asep telah ludes digerogoti api. Dia menyulut satu lagi.
“Setelah menunggu hampir 30 menit, sekitar jam 1.30 dini hari kami mendapat bis. Harga karcisnya Rp50 ribu,” Kang Asep melanjutkan. Tak lupa dia menyebut nama sebuah organda yang sangat dikenal di rute Jakarta-Tasikmalaya.
Waktu itu masih ada beberapa kursi yang lowong. Kang Asep dan temannya duduk berdampingan. Keduanya sama-sama membawa barang cukup banyak. Juga sama-sama membawa laptop. Bedanya, Kang Asep menaruh laptop itu di tempat penampungan barang yang ada di atas kepalanya. Sedangkan temannya mengamankan laptop cukup dengan memangkunya.
“Karena kecapekan, saya langsung tertidur. Begitu juga dengan teman saya,” kata Kang Asep.
Selepas Tol Cipularang, Kang Asep mulai terbangun. “Lalu saya ambil tas yang berisi laptop itu dan saya pangku,” tuturnya.
Usai mengkucek-kucek mata, memastikan pandangannya tidak kabur, dia bergegas menuju pintu depan untuk turun. Tidak ada seorang pun yang memepetnya di pintu itu. Artinya, barang-barang berharga miliknya tak mungkin dicopet atau diserobot atau dijambret orang.
Tak lama kemudian Kang Asep tiba rumahnya. Subuh itu, istrinya sudah menunggu dengan wajah sumringah. Sementara anaknya masih terbuai mimpi.
Setelah berganti baju dan beristirahat sejenak, sebagaimana kebiasannya setelah bertugas ke luar kota, Kang Asep segera mengecek barang-barang bawaannya. Dia meminta bantuan istrinya untuk membongkar tas berisi pakaian kotor. Sedangkan tas berisi laptop dia buka sendiri.
“Saya kaget luar biasa,” seru Kang Asep. “Yang ada di dalam tas bukannya laptop, tapi tiga lembar keramik! Keramik itu dibungkus rapi dengan koran. Ukurannya pas banget dengan tas saya. Bobotnya kurang lebih sama dengan bobot laptop saya.”
Kang Asep menduga, pencuri beraksi saat dirinya tidur pulas. Saat itu, sepengetahuannya, para penumpang lain kebanyakan juga terlelap. Hanya satu dua yang tampak masih melek. Kang Asep tidak melihat gelagat mencurigakan dari penumpang-penumpang itu. Dia juga tak bisa menerka berapa orang yang melakukan tindak kriminal ini.
Yang jelas, laptop yang dia beli Rp9,7 juta telah raib bersama data-data yang tak ternilai harganya. Hardisk laptopnya berkapasitas 500 GB. Sementara Kang Asep sehari-hari berurusan dengan data dan informasi, baik yang berkaitan dengan pekerjaan maupun kuliah pascasarjana yang sedang dia lakoni.
“Pagi itu saya coba menghubungi pihak organda melalui telepon, tapi tidak diangkat,” imbuh Kang Asep. Dia mengaku ingin mengurus masalah ini, namun sayangnya tak punya waktu. Hanya sehari beristirahat di rumah, Minggu siang dia berangkat lagi ke luar kota. Tujuannya masih pulau Sumatra, tepatnya Banda Aceh.
Sampai hari ini, nasib laptop itu tak jelas. Dengan lapang dada, Kang Asep akhirnya merelakan laptopnya berpindah tangan secara ilegal. Dia hanya khawatir data-data miliknya disalahgunakan orang. “Mudah-mudahan itu tidak terjadi,” dia memelas.
Meski modus pencurian seperti ini terbilang baru, Kang Asep bukan satu-satunya orang yang jadi korban. Besar kemungkinan, korbannya sudah banyak. Hanya, sejauh ini belum terungkap atau diberitakan media massa.
Masalahnya, bila terjadi kasus seperti ini, pihak organda hampir selalu berupaya lepas tangan. Mereka berkilah bahwa mereka tidak bertanggung jawab terhadap rusak dan/atau hilangnya barang penumpang. Hal itu mereka nyatakan di selembar karcis. Dalam istilah hukum, pernyataan seperti itu disebut dengan “klausul baku”.
Kang Asep menyadari hal ini. Dia tak mau membuang waktu dan energinya untuk mengurus sesuatu yang belum tentu ada hasilnya. Maka, nasihat terbaik yang dia berikan pada kami pagi itu adalah: “Berhati-hatilah melakukan perjalanan malam hari, apalagi dengan bis yang jarak tempuhnya jauh. Kalau kamu teledor, laptopmu bisa berubah wujud menjadi keramik!”
Menteng, 3 Agustus 2010
0 komentar:
Posting Komentar