Kebohongan Sejarah Dari Masa ke Masa

Diposting oleh arief setiyawan di 06.42.00

Pernahkah anda di dustai? di bohongi, di kibuli? Bagai mana rasanya sebel bukan? Sakit atau kecewa.

Atau barang_kali; mungkin juga anda secara diam-diam pernah berbohong, menipu seseorang? Dengan puasnya kita berlalu meninggalkan orang yang kita kibuli sambil tertawa kecil dalam hati. Atau barang__kali secara tidak sengaja, kita pernah membohongi diri kita sendiri?
Meski dengan Kecenderungan berbohong yang sudah kita ketahui “bahwah kita akan kalah” namun kita tidak mau jujur menyerah menerima kekalahan yang kita sendiri menyadari tersebut atau dengan kata lain memaksakan diri.

Dalam sejarah peradapan manusia terutama di bumi indonesia khususnya. Banyak sekali catatan-catatan kebohongan terutama dalam sejarah, atau penyimpangan alur cerita sejarah. Atau bisa dikatakan pe-monopolian sejarah.
Pernahkah anda mendengar kisah Prabu Jaya Baya raja besar kediri yang terkenal dengan serat “jongko-joyo boyo,” yang sanggup meramal apa-apa yang hendak terlintas sebelum jaman itu terlewati “saya yakin anda pasti pernah mendengar”. Dalam kitab barata-yuda dikisahkan raja jaya-baya adalah cucu parikesit (parikesit sendiri cucu abimanyu putra harjuna) Jaya-Baya adalah kakek dari Angling Dharma artinya Si-Jaya Baya ini adalah keturunan pandawa (yang artinya “bohong” karena kitab barata yuda adalah salinan dari kitab Maha Barata dan anehnya disini si-Jaya Baya ini memonopoli kisah perang barata-yudha antara “Kurawa dan Pandawa” menjadi perang lokal antara “kerajaan Panjalu dan Jenggala.” Mungkin bisa saja itu sebagai nukilah dari naskah sastra yang penuh pencitraan, tapi jelas dalam hal ini karya empu panuluh dan empu tanaka itu mempunyai intervensi; tujuan tertentu dari Jaya Baya untuk mengelabuhi masarakat yang memang masarakatnya masih runtut terhadap hal-hal tahayul. Al-hasil masarakat jawa waktu itu mengkultuskan kalau Prabu Jaya Baya adalah titisan Wisnu atau Dewa yang terlahir di bumi dan pesonanyapun menjadi luar biasa.
Sehingga tokoh ini secara tidak langsung mempunyai derajat yang lebih tinggi.

Lain halnya lagi dengan cerita Kian_Santang yang terjadi di tatar pasundan. Disini jelas sangat membinggungkan karena kerajaan pajajaran berdiri, disaat para sahabat nabi (kholifah) sudah tidak ada, sudah wafat. Bagai mana mungkin Si-kian santang ini bisa bertemu syaidina Ali, sedang selisih tahun masa hidup diantara mereka sangat beda jauh, jaraknya sekitar 800th_an. Jelas di balik kisah itu tentu ada misi lain tentunya, yakni misi penyebaran agama islam. Dimana masarakat pada waktu itu sangat mengagumi orang orang sakti, jadi hal tersebut dapat di manfaatkan seefektif mungkiin. Karena tiap ada tokoh sakti pasti diikuti dan didengarkan apa perkataannya dan apa perbuatannya. Lantas pernahkah anda merasa kecewa dan dikecewakan dengan pembohongan sejarah?

Pernah pula tentunya anda mendengar, kisah propokasi kaum agamis dimasa pemerintahan Maja-Pahit. Sebagai bentuk perlawanan terhadap umat islam dan para wali, mereka; lewat kitabnya “ghotoloco dan dharmo-ghandul” kitab yang penuh kebohongan itu, yang ternyata sampai kini masih banyak pengikut setianya.Begitulah, meskipun itu nyata-nyata sebuah kebohongan, namun tidak mudah untuk kita, akan mendefiniskan itu bohong; “memperbohongkan” karena sesungguhnya yang punya pengaruh kuat adalah si-penulisnya. Jika yang menulis itu punya pengaruh, artinya ia mempunyai cakar kewibawaan yang teramat dalam, yang cenderung mempercayainya di hati__masanya.

Termasuk kisah besar: syekh Siti Jenar yang begitu banyak mengandung pertentangan. Yang jadi pertentangan disini adalah, ntara riwayat dan napak tilas keberadaanya “dimana” itu masih sangat samar padahal ia orang terkemuka dan akhirnya banyak kalangan yang meragukan keberadaan tokoh ini. Maka jika kisah ini imajener sangat betul adanya, sebap biasanya sebuah kisah di-adakan pasti ada tujuannya. Dan dalam hal ini begitu banyak kisah-kisah sakti yang menegangkan; memang lagi-lagi semua karena masarakat kita yang masih runtut dengan kesaktian maka tak dapat di sangkal justru yang tidak masuk akal yang memperdayai kekagumanya dan makin takjup mempercayainya. Sekarang kita ambil kesimpulan saja: mana mungkin para wali lebih sakti “kesaktiannya” di banding nabi kita muhamad s.a.w. Jelas tidak masuk akal bukan. Jadi dapat diambil kesimpulan: pada zaman itu masarakat jawa masih mudah dipengaruhi cerita-cerita bohong tentang kramat dan kesaktian yang dihembuskan dari mulut kemulut.
Andai masarakat waktu itu sepintar penalaranya dengan masarakat sekarang tentu; masarakat waktu itu ogah menyebut wali itu__sembilan atau wali songo karena keberadaanya jelas menunjukkan kesombongan yang luar biasa bukan?. Bukankah di indonesia begitu banyak waliyullah mengapa mereka “wali songo” berani menamakan diri yang terbaik diantara yang sekian banyak itu. Seakan ini lho wali paling sakti, kami-kami yang wali songo, bukankah artinya sombong. Ini lho jagoan! Ini lho pentolannya wali! Ini lho orang pintar!

Dan tentu bukan saja kebohongan semacam yang saya tulis diatas saja, tentu masih banyak lagi tentang cerita “kebohongan”
sejarah lainnya.
Seperti kisah lahirnya SUPER-SEMART yang konon ceritanya disimpangkan jauh dan sebagainya. Mengapa mereka “para orang yang punya tangan kuat” yang senantiasa cenderung menutupi kenyataan atau berbuat BOHONG!!?

0 komentar:

Posting Komentar

Kaca Ngajeng

Related Posts with Thumbnails
Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Daftar Blog Sahabat