Dewi Susanti; Menjalani Keseharian di Dalam Toilet

Diposting oleh arief setiyawan di 22.47.00




Sungguh miris nasib gadis cilik asal Aceh yang satu ini. bagaimana tidak? Hanya karena menderita keterbelakangan mental, gadis cilik ini harus menerima perlakuan dari keluarganya berupa harus "mendekam" dalam toilet.

BANDA ACEH – Miris sekali nasib Dewi Susanti (15). Sepanjang usianya, remaja piatu korban tsunami itu kerap menjalani hidup di toilet rumahnya.

Gadis asal Desa Baro Dusun Meulinteung, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya itu mengindap keterbelakangan mental (Syncope Sindrome). Karena sering memukul teman sebayanya dan buang air besar sembarangan, keluarga terpaksa mengurung Dewi di toilet rumahnya.

“Kami tidak punya biaya untuk membawa dia ke Rumah Sakit,” tutur Minawati (23), kakak kandung Dewi di RSJ Banda Aceh, Sabtu (7/8/2010).

Lahir nomar, bungsu dari delapan bersaudara itu tumbuh tak sempurna, didera idiot dan gizi buruk. Berat badan kini hanya 21 kilogram.

“Dari kecil dia sudah sakit. Kami ngak sempat masukkan ke sekolah, karena SD agak jauh dari rumah kami,” ujar Minawati.

Setelah tsunami menghujam Aceh, 26 Desember 2004 yang merengut nyawa ibunya, Nurunah dan dua saudaranya, Dewi makin parah. Dia tak lagi pernah berbicara, walau lapar sekalipun. “Dia makan apa saja yang dilihat,” tutur Minawati. “Buang air juga gitu, kadang di dalam rumah,” tambahnya.

Ketika bermain dengan teman sebayanya, Dewi juga makin doyan memukul dan sering kejang-kejang saat cuaca panas. “Dari pada menyusahkan orang, makanya kalau kami tidak bisa mengawasi kami kurung dia,” papar Minawati.

Dewi banyak menghabiskan hidup di toilet rumahnya, bahkan makan pun kadang di sana. Dia punya kebiasaan membuang-buang makanan kemudian memungut dan memakannya lagi.

Keluarga hanya bisa mengobati Dewi secara tradisional, karena tak memiliki biaya. “Kami sudah berusaha, jual apa saja, tapi Dewi belum sembuh,” ungkap Minawati.

Terakhir, medio 2008, ayahnya, Muhammad Ali Daud (70) terpaksa melego becak tumpuannya mencari nafkah, untuk menutupi biaya pengobatan Dewi. “Setelah itu saya tidak lagi punya kerja, kalau dulu bisalah narik becak,” tutur Ali.

Sekian lama menderita, Dewi tak pernah mendapat perhatian Pemerintah. “Tidakpernah dapat bantuan, dari Dinas Sosial juga tidak,” lanjut Ali.

Akhirnya, seorang fotografer freelance di Aceh, Chaedeer Mahyuddin yang mengabadikan foto Dewi dan menyebarnya di jejaring sosial facebook dan salah satu media lokal.

Perhatian pun mengalir. Sebuah peguyuban pemuda di Aceh Jaya, Komite Pemuda Lamno Daya (KPLD) akhirnya memboyong Dewi ke RSJ Banda Aceh, kemarin. Biaya pengobatan ditanggung asuransi Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), program Pemerintah Aceh memeberi pengobatan gratis kepada warga di Provinsi itu. “Saya tidak tahu kalau ada pengobatan gratis JKA,” kata Ali Daud.

LSM lokal, GeRAK Aceh mengkritik Pemerintah yang tidak maksimal menyosialisasi program pengobatan gratis yang dimuali sejak Juni 2010 itu dengan anggaran Rp242 milyar dari APBD Aceh.

“Program itu belum berjalan sesuai dengan harapan,” kata Isra Safril, Kadiv Kajian dan Advokasi Kebijakan Publik GeRAK Aceh. Terlepas dari itu, Ali dan keluarganya hanya berharap Dewi sembuh dan tumbuh layaknya anak usianya. (frd)(hri)

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Kaca Ngajeng

Related Posts with Thumbnails
Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Daftar Blog Sahabat